Masyarakat Adat Baduy : Sistem Pertanian dan Strategi Ketahanan Pangan di Masa Pandemi














(Sumber: geotimes.com)

Buyut nu dititipkeun ka puun, nagara satelung puluh tilu, bangsawan sawidak lima, pancer salawe nagara, gunung teu meunang dirempak, buyut teu meunang dirobah, lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung, nu alen kudu dilaenkeun, nu ulah kudu diulahkeun, nu enya kudu dienyakeun.

Sistem Pertanian Masyarakat Adat Baduy dengan Penggunaan “Leuit”

Sebelum era 1970-an, penduduk pedesaan di Jawa Barat dan Banten bercocok tanam padi dilandasi oleh pengetahuan ekologi lokal (local ecological knowledge). Para petani  mengolah lahan pertaniannya dengan sangat hati-hati, sehingga minim terjadi kerusakan lingkungan seperti pencemaran lingkungan oleh pestisida dan terpeliharanya keseimbangan ekosistem sawah ataupun ladang. Selain itu, secara tradisi padi - padi gabah hasil panennya disimpan di lumbung padi atau yang dikenal dengan istilah “leuit”. Walaupun kebiasaan penyimpanan padi gabah pada leuit di berbagai kawasan pedesaan Jawa Barat dan Banten hampir punah, namun masyarakat Baduy yang bermukim di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten Selatan, masih tetap mempertahankan aturan adat Baduy, menyimpan padi gabah kering hasil berladang (ngahuma) di lumbung-lumbung padi.

Lumbung padi atau leuit merupakan bangunan khusus dipergunakan untuk menyimpan padi. Lumbung-lumbung padi umumnya ditempatkan di sekeliling pemukiman. Lokasi yang dipilih untuk tempat leuit adalah di bawah pepohonan rimbun, tapi masih cukup mendapatkan sinar matahari dan juga terlindung dari air hujan.

Pada umumnya setiap keluarga, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar memiliki minimal satu leuit. Pasalnya, setiap panen ladang, sebagian besar produksi padi gabah keringnya senantiasa disimpan di leuit.

Berdasarkan The International Research Institute (IRRI), padi dapat disimpan lama harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti kadar air padi dijaga pada tingkat 14% basis basah atau lebih kecil, padi terlindung dari organisme perusak dan padi terlindung dari kebasahan. Padi-padi gabah masyarakat Baduy dapat disimpan di leuit dalam jangka waktu lama. Untuk menyimpan padi-padi gabah di leuit agar kadar airnya rendah, masyarakat Baduy biasanya menjemur padi - padi gabah terlebih dahulu hingga kering sebelum dimasukan ke leuit. Sementara itu, temperatur dan kelembaban dijaga hingga cukup stabil sepanjang tahun, baik di musim hujan maupun di musim kemarau, di antaranya karena alas leuit dilapisi oleh daun teureup dan daun patat, serta dinding bambu berupa bilik, juga cukup baik untuk mengatur cahaya matahari masuk ke lumbung padi. Selain itu, padi gabah di leuit juga tidak menjadi basah, terutama pada musim hujan karena atap leuit dari daun kiray dan ijuk aren cukup baik dalam menahan air hujan, tapi sekaligus juga masih memungkinkan sinar matahari masuk ke dalam leuit.

Selain itu, penyimpanan padi di dalam leuit dapat meminimalisir gangguan organisme perusak seperti serangga dan tikus. Hal tersebut antara lain karena dari setiap pemilik leuit sering melakukan upacara di sekitar leuit bertujuan untuk mengendalikan hama dengan cara membakar berbagai jenis tumbuhan beraroma yang kuat, serta menciprat-cipratkan air dicampur dengan ramuan aneka ragam tumbuhan beraroma kuat di dalam leuit dan di luar leuit. Aroma bebauan dari aneka ragam tumbuhan tersebut dapat mengusir hama padi di leuit.

Strategi Masyarakat dalam Ketahanan dan Kemandirian Pangan (Masa Pandemi)

Masa pandemi saat ini benar-benar mengubah perilaku banyak negara terhadap lingkungan hidup. Banyak yang menerapkan sistem lockdown di berbagai negara serta penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia menjadi bukti sangat seriusnya menghadapi pandemi ini.

Namun jangan sampai lengah dengan krisis pangan di tengah pandemi Covid-19. Selain kesehatan, pangan menjadi salah satu persoalan utama. Tidak hanya saat pandemi berlangsung, tetapi juga keberlangsungan perekonomian setelah pandemi berakhir.

Masyarakat adat Lamalera memiliki beberapa strategi untuk menghadapi hal tersebut. Strategi Ekonomi Baduy (Moral Economy), dimana hasil padi pantang dijual, digunakan untuk upacara adat kegiatan berladang dan lain-lain, padi disimpan di lumbung hingga puluhan tahun dan dapat diwariskan pada generasi selanjutnya. Strategi Ekonomi (Interest Economy) dimana hasil non-padi dari sistem agroforestri tradisional, seperti; huma, dukuh lembur, reuma dijual sehingga menghasilkan uang tunai untuk membeli bahan pangan lainnya. Sistem pertanian agroforestri tradisional (Leisa, Organic Farming) dengan menganekaragamkan jenis-jenis tanaman semusim dan tahunan, untuk sumber pangan, bumbu masak, sayur, bahan obat tradisional, kerajinan tangan dan lain-lain. Sistem pertanian masyarakat Baduy telah menjaga keseimbangan produktivitas, stabilitas, dan sustainabilitas.


Penulis: Sinta D.C. / Wate


Referensi:

1. Pemaparan Dra. Winati Wigna, MDS dan Prof. Dr. Johan Iskandar, M.Sc. dalam Webinar Series: Indonesian Indigenous Peoples Food Expedition “Kearifan Pangan Masyarakat Adat Gunung (Baduy dan Ciptagelar)” yang diselenggarakan PPAB Rejanawana pada Sabtu, 22 Agustus 2020. (https://www.youtube.com/watch?v=jfvRPkHZTTw)

2. Iskandar, J., & Iskandar, B. .S. (2017). Kearifan Ekologi Orang Baduy dalam Konservasi Padi dengan “Sistem Leuit”. Jurnal Biodjati, 2 (1), 38-51. (https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/biodjati).

3. IRRI (The International Rice Research Institute). (2004). Training-Manual-Grain-Storage. The International Rice Research Institute, USA.

Comments