Teknologi Pascapanen dan Ketahanan Pangan


Permasalahan kelaparan dan malnutrisi dapat menjadi penghambat pembangunan yang berkelanjutan dan menimbulkan masalah lainnya. Kalaparan dan malnutrisi dapat menyebabkan sumber daya manusia yang tidak produktif dan meningkatkan potensi terkena penyakit sehingga akan berdampak pada kualitas hidup manusia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan bahwa sekitar dua miliar orang di dunia tidak dapat memenuhi makanan yang aman, bergizi, dan cukup pada tahun 2019. PBB juga menyatakan bahwa lebih dari 690 juta orang di dunia mengalami kekurangan gizi, terutama di Asia dan Afrika.  Permasalahan ini menjadi alasan salah satu cita-cita dunia dalam Sustainable Development Goals yaitu “Zero Hunger” dan menjadi dorongan untuk mencapai ketahanan pangan.

Menurut Undang-Undang Pangan No. 18 Tahun 2012, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Ketahanan pangan tidak dapat dicapai tanpa usaha, salah satu upaya untuk pemenuhan ketahanan pangan yaitu kegiatan pascapanen. Usaha pertanian untuk pemenuhan ketahanan pangan tidak lepas dari kegiatan pascapanen karena hasil pertanian mudah rusak dan tidak tahan lama. Kegiatan pascapanen dapat menjaga dan meningkatkan kualitas hasil pertanian, memperpanjang umur simpan dan menambah nilai hasil pertanian, serta membantu memenuhi ketahanan pangan.

Penanganan pascapanen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan setelah kegiatan panen sampai dengan tahap hasil pertanian diolah atau dikonsumsi. Metode penanganan pascapanen terdiri dari proses (1) pembersihan, (2) trimming (pemangkasan bagian yang rusak), (3) sortir (sortasi/pemilihan bahan yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan, dan (4) penyimpanan (pengawetan untuk memperpanjang umur simpan).

Penanganan pascapanen dapat dioptimalkan dengan teknologi pengolahan untuk mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi. Penerapan teknologi pengolahan dapat memperpanjang umur simpan, meningkatkan nilai tambah, diversifikasi produk, menyediakan pangan sepanjang musim sehingga dapat membantu dalam pencapaian ketahanan pangan.

Tren pada industri pengolahan pertanian saat ini yaitu: (1) mekanisasi yang meningkatkan produksi, (2) otomatisasi yang menggantikan tenaga manusia dengan tenaga mesin, (3) internet of things untuk pengendalian pengolahan pertanian secara jarak jauh, (4) less waste production untuk mengurangi limbah dan mengoptimalkan pemanfaatan limbah.

Pada masyarakat saat ini memiliki tren pola konsumsi: (1) organik atau pangan tanpa kandungan kimia sintetik, (2) pangan mandiri dengan urban farming yang mengoptimalkan lahan di daerah pemukiman untuk kegiatan pertanian, (3) peningkatan penggunaan  e-commerce dengan sistem order and delivery. (4) perubahan pola konsumsi suatu masyarakat akibat masuknya budaya dari daerah lain (dari kota ke desa atau dari negara lain).

Menurut Global Food Security Index pada tahun 2019, Indonesia menempati posisi ke-62 dalam ranking kinerja pemenuhan ketahanan pangan. Peringkat Indonesia berada di bawah negara-negara non-tropis yang umumnya tidak memiliki musim tanam sepanjang tahun seperti pada negara tropis. Kenyataan yang ironis tersebut sebaiknya tidak disikapi dengan sikap saling menyalahkan yang nihil solusi. Ketahanan pangan bukan hanya urusan petani atau pemerintah saja, kita sebagai masyarakat juga memiliki peran penting untuk pemenuhannya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam upaya ikut serta pemenuhan ketahanan pangan: (1) membangun mindset bahwa ketahanan pangan merupakan kebutuhan utama kita sehingga menjadi urusan kita terlepas dari apapun pekerjaan dan profesi kita, (2) ikut mendukung usaha pertanian dengan membeli produk atau berinvestasi pada usaha pertanian, (3) mulai menanam di rumah untuk pangan mandiri, (4) menerapkan konsep konsumsi secukupnya dan meninggalkan kebiasaan membuang-buang makanan, dan (5) saling membantu dalam masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan pangan. Bayangkan jika mayoritas masyarakat Indonesia melakukan usaha-usaha tersebut. Semoga kita dapat ikut serta dalam pemenuhan ketahanan pangan, minimal untuk diri kita sendiri.


Penulis: Muhammad Wildan Sapoetro / Buroh


Referensi:

(1) Pemaparan Dr. Ir. Sarifah Nurjanah, M.App.Sc. dalam Webinar Series: Indonesian Indigenous Peoples Food Expedition “Ketahanan Pangan dan Masyarakat Adat” oleh PPAB Rejanawana. Sabtu, 15 Agustus 2020. (https://www.youtube.com/watch?v=o7J-hYKJSv8)

(2) UN. SDGs - Zero Hunger.(https://www.un.org/sustainabledevelopment/hunger/)

(3) Global Food Security Index. (https://foodsecurityindex.eiu.com/Index)

(4) Muhaimin Iqbal - “Ketahanan Pangan Urusan Siapa?” (https://geraidinar.com/using-joomla/extensions/components/content-component/article-categories/81-gd-articles/entrepreneurship/2010-ketahanan-pangan-urusan-siapa)

Comments